Kata-kata hidayah dan pengampunan dosa bukanlah kata-kata yang asing didengar. Seluruh masyarakat saya yakin sudah pernah mendengar kedua kata tersebut. Saya sendiri sudah berulang kali mendengarnya. Tapi hanya mendengar. Tidak ada makna maupun arti yang saya resapi dari kedua kata tersebut. Dan itu berlangsung selama puluhan tahun.
Sampai akhirnya, pada suatu ketika belakangan ini hati dan pikiran saya seperti ada yang membangunkan untuk mulai mencari tahu makna dan arti dari kedua kata tersebut. Mencari tahu ke mana? Entahlah. Tidak ada banyak pikiran di kepala dan hati saya untuk menyeting hal tersebut.
Saya biarkan mengalir saja mengikuti proses waktu. Meski pun dalam hati saya tetap menyimpan pertanyaan; "Seperti apa sebenarnya orang yang disebut mendapatkan hidayah dan pengampunan dosa dari Allah SWT?"
Saya biarkan mengalir saja mengikuti proses waktu. Meski pun dalam hati saya tetap menyimpan pertanyaan; "Seperti apa sebenarnya orang yang disebut mendapatkan hidayah dan pengampunan dosa dari Allah SWT?"
Selama puluhan tahun saya memang dipenuhi dosa akibat banyaknya kemaksiatan yang saya lakukan, baik dengan rencana maupun tanpa rencana. Saya lakukan itu semua tanpa sedikit pun ada rasa penyesalan pada saat itu. Saat kemaksiatan bisa dilakukan dengan lancar dan seluruh syahwat terpenuhi, cuma ada perasaan senang tanpa memedulikan akibatnya.
Apakah saya salah? Sudah barang tentu salah. Apalagi jika memakai tolak ukur ajaran agama dan norma-norma sosial kemasyarakatan. Tapi, pada saat itu, saya tidak merasakan kesalahan itu. Semua perasaan salah dan sesal sudah terbungkus rapat oleh keindahan syahwat duniawi.
Hidup saya pun seperti air laut. Ada pasang dan surut. Saat pasang, saya merasa makin leluasa untuk melakukan kemudharatan duniawi. Bahkan ketika surut pun saya masih berupaya mencoba untuk mencari kesempatan dan peluang untuk bisa melakukannya. Tanpa sadar, saya sudah tersesat jauh dari jalan Allah SWT yang menciptakan jiwa dan raga saya di dunia.
Selama itu sebenarnya saya kadang menyadari bahwa sudah ada beberapa "teguran" dan "sentilan" yang saya dapatkan atas semua kemaksiatan yang saya lakukan. Tapi kebanyakan saya abaikan dan kalah oleh syahwat duniawi yang menguasai diri saya.
Sampai akhirnya di tahun 2014, "teguran" dan "sentilan" itu kembali mendatangi saya dalam berbagai macam bentuk. Dimulai dari riak-riak konflik dengan teman yang tadinya sangat akrab, kemudian keuangan yang cepat habis seperti tidak ada bentuk, dan akhirnya mulai mengalami stres dan membuat sulit tidur malam.
Kesulitan tidur malam ini kemudian membuat saya mulai sering mendengarkan adzan Shubuh berkumandang. Tapi saya tetap diam dan berusaha memejamkan mata. Tidak ada sedikit pun tergerak hati dan pikiran saya untuk bangkit dan mengambil air wudhu. Hal ini berlangsung selama sekian bulan. Dan saya tetap stres.
Saya sendiri lupa kapan waktu pastinya, saat hati saya akhirnya mulai tergerak untuk bangkit menunaikan shalat. Saya hanya merasakan hati saya mulai bersikeras meyakinkan saya untuk mulai mendirikan shalat agar tidak semakin stres. Dan saya akhirnya mengikuti hal itu. Pelan-pelan stres itu pun berkurang dan makin berkurang. Semoga Allah SWT terus menunjukkan jalan yang benar untuk saya.
Sementara sampai di sini dulu catatan ini. Insya Allah akan ada sambungan cerita yang bisa membuat saya dan semua yang membaca catatan saya ini menjadi lebih dekat kepada Allah SWT. Aamiin.