Minggu, 18 Desember 2016

Curahan Hati Herman Auwe yang Didzolimi untuk Pilkada Kabupaten Dogiyai 2017

Herman Auwe

Minggu, 18 Desember 2016 siang. Telepon baru saja dihidupkan. Tahu-tahu langsung berdering kencang. Ternyata sobat karib menyapa dari suatu lokasi yang tak diketahui. Sapaannya cukup singkat: “Bro, ada waktu untuk jumpa dengan seseorang dari Papua? Kalau ada segera meluncur ke Hotel *** di Jakarta Utara.”

“Wew, mendadak betul informasinya. Tapi okelah, kebetulan memang lagi ga ada urusan apa-apa hari ini. Segera meluncur,” jawab saya singkat di telepon.

Singkat cerita, saya pun tiba di lokasi dimaksud. Menunggu sekitar 10 menit, saya bersama beberapa rekan lainnya langsung menuju ke lantai 2 untuk berjumpa seseorang yang dimaksud. Masih blank pikiran sembari bertanya-tanya dalam hati, siapa, apa dan kenapa?

Setibanya di sebuah ruangan di lantai 2, saya dan beberapa rekan pun bertemu dengan orang dimaksud. Belum terlalu tua perawakannya. Dan kami pun langsung berkenalan. 

“Nama saya Herman Auwe dari Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua,” sambutnya ramah sambil menjulurkan tangan.

Setelah berbincang santai usai berkenalan, Herman pun menyebut dirinya sebagai Plt Bupati Dogiyai yang hendak mencalonkan diri lagi untuk menjadi bupati Dogiyai pada Pilkada 15 Februari 2017 mendatang. Namun begitu, lanjutnya, ada sejumlah persoalan yang membuat niatannya itu seperti terganjal. Dan sejumlah persoalan itu masih jauh dari kata tuntas hingga tulisan ini dibuat. 

Bahkan, terusnya, jika sejumlah persoalan itu terus dibiarkan tak kunjung selesai, niatannya untuk maju sebagai kandidat pemimpin Kabupaten Dogiyai bersama Stepanus Wakey juga bisa batal. 

“Inilah yang saya tak inginkan dan berusaha hindari. Karena upaya menggagalkan pencalonan saya terkesan kotor dan bisa membuat seluruh pendukung saya di Dogiyai murka,” tegasnya.  

Herman menuturkan, ikhwal persoalan dimaksud kali pertama muncul saat Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mengalami dualisme kepemimpinan. Satu kubu pimpinan yang beralamat di Jalan Cut Mutia pimpinan Haris Sudarno. Satu kubu pimpinan lagi beralamat di Jalan Diponegoro pimpinan AM Hendropriyono. 

Dalam proses pencalonannya, Herman Auwe yang berpasangan dengan Stepanus Wakey disokong oleh tiga partai yakni Partai Golkar, PKB dan PKPI kubu Cut Mutia. Sementara satu pasangan calon lainnya yakni Apedius I Mote – Freny Anouw yang juga didukung PPP dan Partai Demokrat disebut mendapat restu dari PKPI kubu Jalan Diponegoro. 

Surat dukungan pencalonan pasangan Herman Auwe - Stepanus Wakey dari PKPI

Merasa dirinya sebagai kader sejati PKPI dengan Nomor Pokok Anggota 034/KTA/DPK-DGY/III/2014, Herman langsung bersikap tak mau membiarkan persoalan ini bergulir liar. Dengan bantuan dari petugas Intel Polres Nabire, Herman Auwe langsung berangkat ke Jakarta untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi. Singkat cerita, setelah melakukan pertemuan dengan kedua kubu pimpinan PKPI, restu dan dukungan PKPI pun mengerucut hanya kepada pasangan Auwe – Wakey. 

Atas hasil ini, Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Kabupaten Dogiyai lalu berinisiatif mengundang pasangan Auwe – Wakey dan Mote –Anouw berdiskusi di Polres Nabire. Mungkin sekitar lima atau enam kali pertemuan ini digelar dan juga turut disaksikan oleh Muspida setempat. Dan hasilnya, Panwas Pilkada Kabupaten Dogiyai pun memenangkan Auwe-Wakey sebagai pasangan calon yang sah didukung PKPI untuk maju bertarung di Pilkada 2017. Keputusan Panwas ini juga diikuti dengan keputusan yang sama dari KPUD Dogiyai.

Tapi rupanya keputusan ini tak begitu saja bisa diterima oleh pasangan Mote-Anouw. Buntutnya, pasangan ini pun menggugat KPUD Dogiyai ke PTUN Makassar. Tanggal 6 Desember 2016, keluarlah putusan PTUN Makassar yang memenangkan gugatan pasangan Mote-Anouw. 

Surat palsu

Merasa janggal dengan keputusan PTUN, kubu Herman Auwe – Stepanus Wakey kemudian mendorong KPUD Dogiyai untuk melakukan banding ke PTTUN. Sembari itu, kubu Auwe-Wakey juga menyelidiki apa gerangan yang membuat PTUN bisa mengeluarkan putusan memenangkan gugatan pasangan Mote-Anouw. 

Karena dorongan kuat dari kubu Auwe-Wakey agar KPUD Dogiyai melakukan banding, kepala Ketua KPUD Dogiyai Matias Butu boleh jadi tambah pening. Ia kemudian memerintahkan staf KPUD Dogiyai untuk membayar nota kuasa pengajuan banding. Tapi lucunya, upaya ini ternyata cuma segitu aja. Keesokan harinya Matia Butu malah memerintahkan staf KPUD Dogiyai untuk mencabut upaya banding ke PTTUN. 

“Dari sini saja sudah kelihatan janggalnya. Sebagai ketua KPUD, Matias Butu juga mengklaim diri sebagai salah satu pendiri PKPI dan tak mau sampai di PAW-kan bila tetap memaksakan diri mengajukan banding ke PTTUN,” ungkap Herman Auwe.

“Dia juga bilang bahwa dia tak mau sampai kehilangan 'piring' kalau tetap memperjuangkan pasangan Auwe-Wakey bisa maju ke Pilkada. Lebih baik menerima putusan PTUN Makassar ketimbang menerima SK dukungan atas pasangan calon Auwe-Wakey yang diserahkan oleh DK PKPI yang diwakili pengurus Korwil PKPI Papua dan Papua Barat,” bebernya lagi.

Saya bersama Herman Auwe
Mengutip pernyataan blak-blakan Matias Butu di atas, Herman Auwe menegaskan berani bertanggung jawab atas penyataan tersebut. Pasalnya, kata Herman, selain dirinya pernyataan Matias Butu itu juga didengar oleh Ketua Panwas Kabupaten Dogiyai Hengki Wakey, anggota KPUD Papua, Isak Yokoyabi, utusan dari Polres Nabire dan sejumlah perwakilan masyarakat. 

Selain ucapan kontroversial dari Butu, menyoal putusan PTUN Makassar yang memenangkan gugatan pasangan Mote-Anouw atas KPUD Dogiyai ternyata juga diduga kuat cacat hukum. Hal ini diketahui dari adanya Surat Putusan Sengketa bernomor 003/PS/PWSL.3327/XI/2016 tertanggal 14 November 2016, yang dikeluarkan Panwas Kabupaten Dogiyai. 

Padahal pihak Panwas Kabupaten Dogiyai menegaskan tak pernah mengeluarkan surat keputusan dengan nomor 003. Hanya ada dua surat resmi putusan sengketa yang dikeluarkan Panwas Kabupaten Dogiyai dengan nomor surat 001 dan 002. 

Surat dengan nomor 003 yang disinyalir palsu inilah yang dipakai sebagai dasar majelis hakim PTUN untuk mengabulkan gugatan pasangan Apedius Mote dan Freny Anouw. Surat ini bisa melenggang mulus karena memang tak ada pihak Panwas Kabupaten Dogiyai yang dihadirkan dalam proses persidangan. 

“Panwas Kabupaten Dogiyai tak ada dalam persidangan karena KPUD Dogiyai sebagai pihak tergugat sudah menolak menghadirkan pihak Panwas sebagai saksi di persidangan. Ini saja sudah aneh bin ajaib. Padahal Panwas adalah lembaga resmi negara yang bertugas mengawasi pelaksanaan Pilkada,” sungut Herman Auwe. 

“Lebih ajaibnya lagi, pascaputusan PTUN, KPUD Dogiyai langsung mengeluarkan surat keputusan menetapkan pasangan Mote-Anouw sebagai peserta Pilkada Kabupaten Dogiyai. Surat bernomor 20 itu menyebut putusan PTUN tanggal 1 Desember. Padahal putusan PTUN tanggal 6 Desember. Mau ngadalin orang kok, geblek, sih,” katanya lagi.

Tekanan dari Provinsi

Untuk kasus dugaan surat palsu di persidangan, lanjut Herman Auwe, pihaknya sudah membuat laporan resmi ke Bareskrim Mabes Polri. Pelaporan kasus ini ditandai dengan Tanda Bukti Lapor Nomor TBL/869/XII/2016/BARESKRIM. 

“Kami sangat berharap Polri bisa segera memproses laporan kami untuk mencegah pertumpahan darah di Dogiyai akibat proses Pilkada yang tidak jelas. KPU dan Bawaslu Pusat bersama Kemenkumham dan Kemendagri juga harus segera memfasilitasi pertemuan di Jakarta untuk seluruh pihak yang terlibat, termasuk KPUD dan Bawaslu Provinsi Papua,” ungkap Herman Auwe.

Herman Auwe bersama saya dan teman-teman dari PWI Jaya.
KPUD dan Bawaslu Papua, sambung Herman Auwe, dianggap terlibat karena muncul pengakuan jujur dari Andreas Tibakoto sebagai anggota KPUD Kabupaten Dogiyai. Dalam satu pertemuan di Polres Nabire ketika itu, Andreas Tibakoto mengakui bahwa pihaknya mendapat tekanan dari atasan di Provini Papua untuk bertindak seperti yang sudah terlihat jelas sekarang.

“Pengakuan Andreas Tibakoto mendapat tekanan dari provinsi juga didengar oleh Dandim 1705/Paniai, Letkol Inf Jery Harapan Tua Simatupang, Kapolres Nabire, AKBP Semmy Ronny Thabaa dan Ketua Panwas Kabupaten Dogiyai, Hengki Wakey. Jadi ada banyak saksi yang bisa dihadirkan untuk memproses pengakuannya itu,” serunya.

Diakui Herman, akibat dari polemik ini kondisi masyarakat Kabupaten Dogiyai sekarang tengah terbelah. Jika Jakarta tak secepatnya bereaksi menyelesaikan, sangat-sangat mungkin Pilkada di Kabupaten Dogiyai akan rusuh dan menelan korban jiwa jika tetap dipaksakan tanggal 15 Februari 2017. 

“Kasus Pilkada Dogiyai hanya bisa diselesaikan oleh Jakarta. Sangat mutahil untuk diselesaikan di tingkat provinsi. Apalagi KPUD Dogiyai sudah jelas memenangkan pasangan Mote-Anouw Pasangan calon pimpinan daerah dengan latar belakang sopir anggota DPRP dari Partai Demokrat dan satunya lagi adalah penganguran di Dogiyai,” pungkas Herman mengakhiri pembicaraan.