Kementerian ATR/BPN RI |
Catatan pertama saya di tahun 2017 dibuat berdasarkan informasi yang intens saya dapat sejak satu bulan lalu dan bikin saya jadi kegatalan lagi untuk menulis di blog saya. Tapi saya tak langsung menulis saat kali pertama mendengar informasi
ini: di birokrasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) ada dugaan kuat sudah lama
berlangsung praktik transaksi jual beli jabatan.
Benar, kah informasi ini? Salah, kah informasi ini? Saya tak tahu dan tak bisa menjawabnya karena memang saya tak punya kemampuan dan kapasitas untuk menjawabnya.
Benar, kah informasi ini? Salah, kah informasi ini? Saya tak tahu dan tak bisa menjawabnya karena memang saya tak punya kemampuan dan kapasitas untuk menjawabnya.
Pun begitu, bisa jadi sedikit referensi bahwa semua informasi
ini saya dengar dari pegawai BPN yang sudah sangat lama mengabdi dan meniti
karir di instansi tersebut.
Karena
bahasa informasinya sudah lama berlangsung, logika saya langsung mengatakan
berarti kemungkinan ada banyak sosok yang terlibat di dalamnya. Sosok-sosok itu
bisa saja sekarang sebagian sudah pensiun karena terbentur batasan usia karir
di BPN: eselon III hingga V mentok di usia 58 tahun dan eselon I dan II
purnabakti di usia 60 tahun.
Untuk
masa sekarang, berdasarkan informasi yang didapat, sosok-sosok yang diduga kuat
memainkan 'game' ini adalah Noor Marzuki dan Yuswanda A Tumenggung.
Noor Marzuki
saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN RI atau
sebagai orang nomor dua di kelembagaan tersebut di bawah Menteri ATR/BPN RI,
Sofyan Djalil. Sedangkan sosok kedua yakni Yuswanda saat ini menjabat sebagai
Inspektur Utama di Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN RI.
Keduanya
disebut punya kaki tangan bernama Budiman yang bertugas menjaring dan
menjembatani para pegawai yang ingin cepat promosi dan bisa memilih penempatan
tugas.
Baik
Noor Marzuki maupun Yuswanda adalah orang maha penting di BPN. Secara pribadi
saya mengakui tak mengenalnya.Tapi saya gatal ingin menulis karena sumber-sumber tulisan ini saya tahu sangat mengenal betul jeroan Kementerian ATR/BPN RI.
Sangat dalam mengenalnya, di mana banyak orang di luar BPN tak mengetahuinya.
Yuswanda A Tumenggung, Sofyan Djalil, Noor Marzuki |
Saya
pribadi juga tak mau menuduh Noor Marzuki dan Yuswanda A Tumenggung sebagai
pelaku dari ‘game’ ini. Saya cuma menulis apa yang saya dengar. Untuk
pembuktian hukumnya menjadi ranah dari penegak hukum.
Jadi
begini, kembali berdasarkan informasi yang saya dapat, karena ‘game’ ini pula
sekarang hubungan komunikasi antara Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan
Pertanahan Nasional (BPN) RI, Sofyan Djalil dengan Sekretaris Jenderal
Kementerian ATR/BPN RI, Noor Marzuki, disebut sudah tak lagi harmonis. Terjadi
benturan konflik kepentingan terkait ‘game’ ini yang membuat hubungan keduanya dikabarkan jadi ngeri-ngeri sedap.
Menteri
Sofyan Djalil disebut punya tiga orang kepercayaan untuk line-up urusan ini.
Sementara Sekjen Noor Marzuki punya satu tandem dan satu orang kepercayaan yang
khusus ditugasi untuk menyelesaikan soal ini.
Ketiga
awak dalam line-up Menteri Sofyan itu disebut punya nama Sugeng Suparwanto, Loso Yudianto,
dan satu lagi kerap dipanggil Lingling. Sugeng dan Loso berada di garis staf
khusus menteri sedangkan Lingling berada di luar garis birokrasi.
Sugeng
dan Loso, berdasarkan informasi yang didapat, bertugas untuk menyeleksi
nama-nama yang sudah diajukan untuk promosi dan mutasi berdasarkan rapat Baperjakat.
Untuk Lingling tugasnya kebanyakan berurusan dengan duit.
“Posisi
tawar urusan promosi dan mutasi jadi tugas Sugeng dan Loso. Untuk penyelesaian
deal dananya jadi bagian Lingling,” beber informan yang saya dengar sembari
menyebut ketiga nama tersebut boleh dikonfirmasi langsung ke Menteri Sofyan
Djalil.
Ketiga
awak dalam line-up Menteri Sofyan Djalil inilah yang menurut si informan jadi
penyebab utama retaknya hubungan sang menteri dengan sang sekjen. Sepak terjang
Sugeng, Loso dan Lingling terkait mutasi dan promosi pegawai di birokrasi
Kementerian ATR/BPN RI sudah membuat Noor Marzuki ‘gerah’ karena mulai
kesulitan mengakomodir semua kepentingannya di ‘game’ dimaksud.
Skema
yang dimainkan Noor Marzuki bersama Yuswanda dengan pion Budiman di lapangan
mulai kerap terganjal saat finishing.
Lebih mengesalkan lagi, skema tersebut
terganjal oleh orang-orang baru yang tak punya pengalaman dan pengetahuan
mumpuni di lembaga pertanahan.
Cuma hoki saja karena kebetulan bos-nya ditunjuk
sebagai Menteri ATR/BPN, jadilah mereka juga masuk ke dalam sebagai staf khusus
menteri.
Referensi
Peristiwa
Kembali
ke soal dugaan terjadinya ‘game’ ini, informan yang minta identitasnya
dirahasikan itu menyebut ada beberapa peristiwa yang bisa saja dipakai untuk
referensi jika ada yang mau melakukan investigasi.
Pertama,
sebutnya, adalah naiknya JY sebagai kepala Kanwil BPN Bali. Padahal dia baru
tiga bulan menjabat sekretaris di Ditjen Pengadaan Tanah. Kemudian FT yang
sudah dapat SK sebagai kepala Kanwil BPN Kaltim tiba-tiba ditarik ke BPN RI
sebagai direktur Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan. Kebetulan keduanya
dilantik bersamaan pada akhir Januari lalu.
Suasana Pelantikan 123 Pejabat Struktural di lingkungan Kementerian ATR/BPN RI, |
Lebih
baru lagi, sambungnya, juga ada peristiwa DM yang baru tiga tahun menjabat
sebagai kepala seksi sekarang sudah lompat eselon jadi kepala BPN di Tanggamus,
Provinsi Lampung.
“Ada lebih banyak contoh sebenarnya jika
penegak hukum mau menginvestigasi dugaan ini. Kalau bagi kita yang sudah sampai
ubanan mengabdi di BPN sih, tahu persis soal ini. Tapi cuma sebatas tahu sama
tahu saja,” jelas si informan antusias.
Terkait
informasi ini, salah seorang rekan saya yang berprofesi sebagai wartawan dan
juga sudah lulus uji kompetensi wartawan coba melakukan konfirmasi hal ini ke
Menteri Sofyan Djalil dan Sekjen Noor Marzuki, pada hari Rabu, 12 April 2017
lalu. Tapi tak direspons meski pesan singkat yang dikirim ke ponsel keduanya
berstatus terkirim.
Padahal
maksud dari konfirmasi ke kedua pejabat itu justru untuk melakukan kroscek atas
informasi yang didapat. Untuk menguji kebenaran informasi tersebut dan tak
ingin melanggar Pasal 1,2,3,4 dan 7 Kode Etik Jurnalistik.
Sayang maksud dan
niatan itu tak kesampaian.