Selasa, 19 April 2016

Sipil dan Penantian Hasil Latsitarda Nusantara

Upacara penutupan Latihan Integrasi Taruna Wreda Nusantara (Latsitarda Nusantara) ke-XXXV tahun 2015 di Alun alun Kabupaten Cilacap, ditutup oleh Kapolri, Jendral Polisi Badrodin Haiti.

Latihan Integrasi Taruna Wreda Nusantara atau biasa disingkat Latsitarda Nusantara adalah sebuah tradisi pembekalan pendidikan dalam aspek-aspek kebangsaan, nilai-nilai kejuangan dan rasa cinta Tanah Air. Dengan nilai-nilai itu diharapkan terbangun kebersamaan TNI dan masyarakat, terbangun soliditas TNI dan Polri dan solidaritas mahasiswa dan masyarakat. Latihan ini juga diharapkan bisa memberikan pengalaman mendasar tentang pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. 


Tahun ini, Latsitarda Nusantara memasuki perhelatan yang ke-XXXVI. Provinsi Kepualauan Bangka Belitung kebagian jatah sebagai tuan rumah penyelenggaraan. Jumlah pesertanya sebanyak 1.627 personel, terdiri dari para taruna Akmil, Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, Akademi Kepolisian dan praja IPDN serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Provinsi Kepulauan Babel.

Atraksi Marching Band Taruna Akmil, AAL, AAU dan Akpol pada penutupan Latsitarda Nusantara ke-XXXV di Alun-alun Cilacap tahun 2015.

Melihat dari tujuan dan cita-cita yang diharapkan, alangkah mulianya tradisi ini. Para taruna dan taruni dibaurkan dengan praja dan mahasiswa sebagai sebuah tim untuk melakukan kegiatan yang sama. 

Baik kegiatan fisik seperti pembuatan dan pemasangan patok jalan, bedah rumah dan perbaikan tempat ibadah, maupun kegiatan non-fisik seperti penyuluhan dan kesadaran bela negara. Semua ego sentris yang mengagungkan akademi dan perguruan tinggi masing-masing dihilangkan. Yang ada hanya satu, sebuah tim yang diberi nama satuan pelaksana atau Satlak. 

Namun, menjadi sedikit teringat sebuah peristiwa yang terjadi pada bulan November 2015 lalu. Kejadian yang sebenarnya sangat memalukan dan tak pantas ditiru. Lima praja IPDN memukuli dua taruna Akmil di Kampus IPDN, Jatinangor, Jawa Barat. 

Kelima praja yang memukul itu terdiri dari empat praja tingkat tiga dan satu praja tingkat empat. Alasan pemukulannya juga sepele: karena dua taruna Akmil tersebut mengambil sesi pemotretan di daerah yang dianggap sakral bagi praja IPDN. 

Kelima praja yang memukul itu sekarang memang sudah dipecat dengan tidak hormat. Tapi karena sekarang tengah membahas Latsitarda Nusantara, contoh kejadian tadi tentu bisa dipakai sebagai salah satu bahan perenungan. Perenungan tentang bekal pendidikan kepribadian yang diterima mereka saat berada di dalam kampus. 

IPDN adalah Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan untuk mempersiapkan kader pemerintah di tingkat daerah maupun pusat. Menjadi kader pemerintahan sipil. Namun dalam sejarahnya, ternyata ada beberapa catatan kelam yang mewarnai perjalanan IPDN. 

Selain kasus pemukulan terhadap dua taruna Akmil,  IPDN juga sempat ramai dibicarakan publik karena kasus kekerasan yang membuat calon mahasiswanya meninggal. Dan ini juga sempat membuat masyarakat mencibir terhadap kelakuan para oknum praja IPDN yang bertingkah melebihi taruna militer. 

Banyaknya kasus praja IPDN yang tewas ini didasarkan hasil riset yang dilakukan dosen IPDN, Inu Kencana pada tahun 2007 lalu. Inu melakukan riset terkait disertasi doktornya di Universitas Padjajaran. Disertasi itu berjudul Pengawasan Kinerja STPDN Terhadap Sikap Masyarakat Kabupaten Sumedang. 

Tahun saat Inu Kencana melakukan riset itu adalah tahun di mana tradisi Latsitarda sudah berjalan. Dan para praja IPDN – termasuk saat masih bernama STPDN -- juga sudah diikutsertakan. Menjadi tak mustahil, tentunya, ada beberapa oknum praja yang kala itu terlibat dalam kekerasan namun tak terekspos juga sudah ikut tradisi ini.

Latsitarda Nusantara yang sudah berlangsung 35 kali memang membuktikan sudah melahirkan banyak pemimpin -- seperti harapan tradisi ini -- dari kalangan militer dan kepolisian. Dan itu akan terus bertambah setiap tahunnya, termasuk para taruna yang ikut penyelenggaraan di Babel tahun ini. 

Bagaimana dengan calon pemimpin dari kalangan sipil yang dipasok IPDN? Tak perlu dijawab dan dibantah sekarang. Biar waktu yang nanti membuktikan.