Sepenggal kalimat ini, mungkin, terdengar menggelitik. Mungkin juga terdengar basa-basi. Drs. Cornelis MH, pimpinan Provinsi Kalimantan Barat periode 2008 – 2013 dan 2013 -2018, mulai berpikir untuk maju ke gelanggang pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017.
Cornelis, yang juga presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) periode 2015 -2020, ingin mencoba head to head bertarung dengan Gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Benarkah demikian?
Untuk saat ini, ketika rangkaian kata ini tersusun, penggalan kalimat tadi benar adanya. Meski belum ramai terdengar, kalimat tadi memang ada yang mendengar terucap langsung dari bibir Cornelis. Jumlah pendengarnya memang tak banyak. Tak lebih dari jumlah jari tangan manusia.
Terdengar seperti sebuah lelucon? Bisa jadi. Tapi bagaimana jika ternyata nanti Cornelis membuktikan ucapan itu bukan sebuah lelucon?
Entah apa yang melatar belakangi keberanian Cornelis untuk berujar ingin maju ke Pilgub DKI 2017. Memperebutkan kursi gubernur? Saat ini ia sudah merasakan periode kedua sebagai gubenur di Provinsi Kalbar. Kursi jabatan yang sama, artinya. Cuma beda wilayah.
Kemudian, berani maju ke Pilgub DKI tahun 2017 artinya berani juga untuk mengambil risiko menghadapi elektabilitas calon petahana Ahok yang masih sangat tinggi hingga akhir Maret 2016. Elektabilitas Ahok bahkan jauh mengungguli bakal calon Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, Abraham Lunggana, Adhyaksa Dault, Ahmad Dhani, bahkan seorang Tri Rismaharini, sekali pun. Bagaimana cara Cornelis untuk menyalip elektabilitas Ahok di DKI?
Secara partai, Cornelis saat ini memang menjabat sebagai ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Barat. Partai yang juga punya kursi mayoritas di Jakarta. Apakah ingin memakai PDI Perjuangan sebagai kendaraan politik untuk maju? Rasanya, sih, nyaris mustahil. PDI Perjuangan punya banyak stok calon yang dinilai lebih mumpuni untuk bertarung di Pilgub DKI.
Djarot Saiful Hidayat yang sekarang jadi wakil gubernur DKI adalah kader PDI Perjuangan. Demikian juga dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani. Atau Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dan masih ada banyak nama-nama lainnya yang dianggap lebih punya potensi menang. Bahkan, tak menutup kemungkinan juga PDI Perjuangan nanti akan menjatuhkan pilihannya ke Ahok atas dasar elektabilitas.
Berkaca dari dinamika politik di DKI saat ini, adalah hal sulit tentunya bagi Cornelis untuk ikut maju. Di Kalbar, ketokohannya memang sangat populer. Apalagi Cornelis juga putra Dayak, suku asli penghuni Bumi Kalimantan. Beda dengan DKI Jakarta yang penduduknya sangat heterogen dan penuh dinamika kepentingan. Ketokohan Cornelis sangat mungkin akan diberi tanda tanya besar.
Jika sudah begini, kembali ke awal, apakah ucapan Cornelis untuk maju ke Pilgub DKI 2017 adalah lelucon? Atau ada misi lain yang ingin ia raih dari ucapan tersebut? Apalagi tahun 2018 menjadi tahun terakhir masa jabatannya di Kalbar. Selepas itu, ia tak bisa lagi memimpin pemerintahan daerah Kalbar karena sudah menjalani dua periode kepemimpinan.
Kalau kita coba menelusuri ke belakang, memang pernah ada terlontar rekomendasi menjadikan Cornelis sebagai salah satu calon menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rekomendasi ini disampaikan oleh Ketua Forum Masyarakat Dayak Kalbar, Kartius, tak lama setelah Joko Widodo terpilih menjadi Presiden RI di tahun 2014.
Selain Cornelis, Forum Masyarakat Dayak Kalbar kala itu juga merekomendasikan mantan gubernur Kalimantan Tengah, Agustinus Teras Narang. Kedua tokoh Dayak ini kebetulan sama-sama kader militan PDI Perjuangan. Namun keduanya juga ternyata tak dipilih Presiden Joko Widodo untuk masuk dalam kabinet.
Sekarang kita balik lagi ke inti dari tulisan ini. Apakah benar Cornelis akan maju ke Pilgub DKI 2017? Apa motivasinya? Apa juga misinya? Sampai pengujung tulisan ini, hanya Tuhan dan Cornelis saja yang tahu dan bisa menjawabnya.