Sabtu, 03 Oktober 2015

Dua Wajah Distribusi Listrik


Ini adalah kisah nyata dua rupa. Satu rupa adalah wajah daerah pelosok perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Barat. Satu lagi adalah rupa wajah teknologi Jepang. Rupa daerah perbatasan Indonesia – Malaysia di Badau, Entikong Seluas, dan Sajingan adalah wajah daerah yang memenuhi kebutuhan listriknya dengan membeli ke Malaysia.

Daerah Lintas Batas Negara di Kalbar
Transaksi ini sah dilakukan setelah Pemerintah RI mengamini pembelian listrik oleh PLN kepada dari Sarawak Energy Berhad (SEB), pada 10 Juli 2008. Kontrak pembelian listrik pertama diteken pada 25 November 2008 dan dimulai 2 Maret 2009, mengacu skema dari UU Ketenagalistrikan Tahun 2009. Pelaksanaan dari kontrak ini adalah SEB  memasok listrik sebesar 22.809 kWH ke Kota Badau. 

Salah satu daerah perbatasan di Kalbar
Badau dipilih karena biaya penyambungan listrik lebih dekat dan lebih murah. Jarak Badau dengan jaringan distribusi SEB cuma 500 meter.   Karena lebih dekat, harga jual listrik SEB ke masyarakat Indonesia di perbatasan Kalbar jadi lebih murah; cuma Rp1.000 per kWh. Sementara kalau tetap keukeuh mau pakai listrik PLN biaya bengkak 3 x lipat jadi Rp3.000 per kWh. Soalnya jarak jaringan listrik PLN jauh beud n bikin ongkos kirim jadi lebih mahal.  

Artinya, kalau kita semua mau rakyat Indonesia di pelosok perbatasan pakai listrik PLN, mau ga mau PLN harus bikin jaringan distribusi yang lebih dekat. Kalau jarak jaringan distribusi listrik SEB ke Badau hanya 500 meter, PLN harus bikin jaringan distribusi yang jaraknya cuma 100 atau bahkan 50 meter ke Badau. Gimana? Mau tapi mahal, brother and sister. Bangun satu tiang listrik aja di situ harganya sampai Rp600 juta. Omaygad. Hands up, bro n sis!

Pengakuan terbaru dari pelaksanaan skema ini ada di Entikong, Kabupaten Sanggau. Kabarnya, mekanisme impor listrik ke sana tak lancar dan sering macet antara 6 – 7 jam. Akibatnya penyaluran listrik ke desa-desa di pelosok pun ikutan macet. Inilah satu rupa kisah nyata tentang listrik di kawasan Kalbar yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Sekarang kita lihat rupa yang satunya di Jepang. Belum lama ini, ilmuwan dari Negeri Matahari Terbit itu berhasil melakukan percobaan transfer energi secara nirkabel melalui gelombang mikro. Hasil dari eksperimen ini memunculkan harapan bahwa manusia di bumi bisa memanen listrik dengan memanfaatkan panel surya langsung dari luar angkasa. 


Eksperimen ini dilakukan oleh ilmuwan dari Badan Antariksa Jepang (JAXA). Caranya adalah mencoba mengirimkan 18 1,8 kilowatt energi lewat udara dengan tingkat keakuratan sejauh 55 meter. Dan memang berhasil. Meski daya jangka pada eksperimen ini masih rendah, namun keberhasilan uji coba ini sudah melahirkan harapan jelas bahwa  manusia akan bisa memanen energi dalam jumlah besar dari luar angkasa untuk dimanfaatkan di bumi.

Ide eksperimen ini berawal dari pemikiran dan keyakinan bahwa satelit berpanel surya  bisa mentransfer energi lewat gelombang mikro dan mengorbit bumi di ketinggian 36.000 kilometer. Apalagi panel surya juga punya banyak keunggulan seperti ketersediaan sinar matahari yang tak terbatas serta tak dipengaruhi faktor cuaca. Tapi tetap,  untuk menyempurnakan seluruh pemikiran ini agar nyata sesuai harapan masih perlu tambahan waktu. Mungkin satu, dua, atau tiga dekade lagi.

Begitulah rupa dua wajah nyata yang tersampaikan menurut pemikiran dangkal saya.Yang satu masih kesulitan membangun distribusi listrik di bumi, satunya lagi sudah sampai ke percobaan mentransfer listrik dari luar angkasa ke bumi. Dua-duanya memang belum tuntas berhasil seperti yang diharapkan. Sama-sama masih berusaha mencoba, hanya bidak langkahnya saja yang berbeda.